Di usia senjanya, Bapak Muhamad Lutfan atau biasa dipanggil Pak Dadang masih berjuang bertahan hidup dengan menawarkan jasa menimbang berat badan, Kendati jasanya sudah mulai sepi peminat, tapi Pak Dadang tetap tak putus asa mencari rezeki halalnya.

Karena keterbatasannya Pak Dadang hanya bisa duduk di depan pintu masuk Masjid Agung Sumedang untuk menawarkan jasanya kepada setiap orang yang akan masuk ke dalam masjid.

Awalnya Pak Dadang bekerja sebagai supir angkutan umum, tetapi pada tahun 1998 beliau terkena penyakit tipes dan berhasil sembuh, namun tak berselang lama setelah sembuh dari tipes tubuh beliau demam parah dan tiba tiba mengalami stroke, selama 2 tahun lebih beliau hanya bisa terbaring dan tidak bisa beraktifitas sama sekali.

Akhirnya beliau menggunakan tabungan hasil dari supir angkutan umum dan menjual rumah nya untuk berobat. Beliau sudah berobat ke pengobatan tradisional maupun modern, dan akhir nya beliau bisa bangun dan jalan meskipun kaki dan tangan kanannya masih belum bisa digerakan, tidak sampai disitu penderitaan Pak Dadang masih berlanjut, dengan keadaan seperti itu ia ditinggalkan oleh istri nya dan hidup menumpang ke kakaknya.

Penghasilan Pak Dadang tak menentu

Pak Dadang memasang tarif seikhlasnya dan tidak mematok harga untuk jasa penimbang berat badannya ini, sehari beliau mendapat Rp.25.000,- itupun kalau sedang ramai, apabila sedang hujan atau sepi beliau hanya mendapat Rp.5.000,- sampai Rp.8.000,- seharinya, dan hanya cukup untuk makan sekali. Beliau tidak mau menjadi beban kakanya dan ingin hidup mandiri, dengan kondisi keuangan kakaknya yang juga paspasan, sangat sulit untuk bertahan di masa pandemi sekarang.

Pak Dadang bermimpi bisa memiliki usaha tambahan yang bisa dijalani di rumah, jualan sembako kecil-kecilan atau membuka warung sederhana misalnya yang tentunya bisa menambah penghasilan.

Yuk wujudkan mimpi Pak Dadang, gerakan kebaikan kita bersama dapat mengubah kehidupan seseorang menjadi lebih baik. 

Klik DONASI SEKARANG Hadirkan kebahagiaan untuk Pak Dadang.